Setya Novanto Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin: Kronologi Korupsi e-KTP yang Rugikan Negara Rp2,3 Triliun
Madiun- Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, akhirnya resmi bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, setelah menjalani hukuman atas kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Baca Juga : Unmer Madiun Gelar Lomba Seru Sambut HUT RI ke-80, Rektor pun Ikut Joget
Novanto, yang akrab disapa Setnov, dibebaskan setelah memenuhi syarat telah menjalani dua pertiga masa hukuman dari vonis akhir 12 tahun 6 bulan penjara. Sebelumnya, ia dijatuhi hukuman 15 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), namun melalui upaya Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) meringankan hukumannya.
Bebas Bersyarat, Bukan Bebas Sepenuhnya
Meski telah keluar dari penjara, status bebas Setnov bukanlah kebebasan mutlak. Ia masih terikat kewajiban pelaporan rutin kepada petugas pemasyarakatan hingga masa pembinaannya selesai. Artinya, mantan politikus Partai Golkar ini tetap berada di bawah pengawasan hukum dan bisa kembali ke penjara jika melanggar syarat pembebasannya.
Selama menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Setnov kerap mendapatkan pemotongan masa tahanan melalui remisi, baik pada hari besar nasional maupun hari raya keagamaan. Namun, karena ia sudah bebas sebelum 17 Agustus 2024, ia tidak mendapatkan remisi tambahan yang biasanya diberikan saat peringatan Hari Kemerdekaan RI.
Perubahan Vonis dan Kewajiban Pembayaran
Selain pemangkasan masa tahanan, Mahkamah Agung juga mengubah beberapa poin vonis tambahan terhadap Setnov:
-
Denda pidana ditetapkan sebesar Rp500 juta, dengan ancaman 6 bulan kurungan jika tidak dibayar (sebelumnya hanya 3 bulan).
-
Uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar 7,3 juta dolar AS (sekitar Rp112 miliar) sebagai ganti rugi atas kerugian negara dalam proyek e-KTP.
Proyek e-KTP: Skandal Korupsi Terbesar di Era SBY
Sebelumnya, Irman (mantan Dirjen Dukcapil) dan Sugiharto (mantan kepala operator proyek e-KTP) juga telah dijatuhi hukuman dalam kasus yang sama. Namun, pembebasan Setnov kali ini kembali memantik pertanyaan publik: “Seberapa adil sistem hukum Indonesia bagi koruptor kelas kakap?”
Reaksi Publik: Kekecewaan dan Kritik
Pembebasan Setnov menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis antikorupsi yang menilai hukuman bagi koruptor masih terlalu ringan.
“Jika koruptor bisa bebas lebih cepat, lalu bagaimana dengan uang rakyat yang sudah dikorupsi?” tanya salah satu warganet di Twitter.
Apa Langkah Selanjutnya untuk Setya Novanto?
Dengan status bebas bersyarat, Setnov kini harus memenuhi kewajiban hukumnya, termasuk melunasi denda dan uang pengganti. Jika ia gagal membayar, ia bisa kembali mendekam di penjara.
Di sisi lain, dunia politik mungkin akan menjadi pertanyaan berikutnya: Akankah Setnov kembali ke panggung politik setelah bebas? Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari dirinya atau Partai Golkar mengenai rencana ke depannya.
Kesimpulan
Pembebasan Setya Novanto menjadi catatan baru dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski telah menjalani hukuman, publik masih mempertanyakan keadilan restitusi bagi negara yang telah dirugikan triliunan rupiah.
“Bebasnya koruptor bukan akhir dari kasus ini, melainkan pengingat bahwa sistem hukum kita masih perlu diperbaiki,” tegas seorang pengamat hukum.