Jaga Warisan Leluhur, Desa Kedunggalar Gelar Bersih Dusun dan Sedekah Bumi dengan Semarak
Madiun- Nuansa syukur dan kebersamaan menyelimuti Dusun Kaliwowo, Desa Kedunggalar, belum lama ini. Pemerintah Desa Pemdes Kedunggalar bersama dengan seluruh lapisan masyarakat kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga warisan budaya leluhur dengan menyelenggarakan kegiatan Bersih Dusun dan Sedekah Bumi. Agenda tahunan yang penuh makna ini tidak hanya menjadi ritual syukur semata, tetapi juga transformasi menjadi sebuah festival budaya kecil-kecilan yang mempersatukan warga.

Baca Juga : DPRD Madiun Rancang Perda Perlindungan Guru, Antisipasi Maraknya Kriminalisasi Pendidik
Acara yang berlangsung khidmat dan meriah ini merupakan bukti nyata bahwa nilai-nilai tradisi masih hidup dan dirawat dengan baik di tengah arus modernisasi. Dukungan penuh dari Pemdes Kedunggalar memperkuat tekad bersama untuk menjadikan tradisi ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah identitas yang membanggakan.
Rangkaian Acara: Dari Khidmat Hingga Semarak
Kegiatan diawali dengan tasyakuran dan bancakan bersama di sebuah titik lokasi yang disepakati. Puluhan warga berkumpul, duduk lesehan, menyantap hidangan yang telah disediakan secara bersama-sama. Momen ini mencerminkan semangat guyub rukun dan kesetaraan dimana seluruh masyarakat, tanpa memandang status, duduk bersama sebagai satu keluarga besar.
Usai doa bersama yang dipanjatkan untuk keselamatan dan kemakmuran desa, acara berlanjut ke puncak kemeriahan: pagelaran kesenian Reog Ponorogo. Dentuman kendang, gemerincing angklung, dan gerakan dinamis para penari menghipnotis semua yang hadir. Setiap hentakan dan lenggak-lenggok penari menyiratkan energi heroik dan spiritualitas yang dalam, mengingatkan semua orang pada kekayaan seni budaya yang tak ternilai harganya.
Makna di Balik Tradisi: Syukur, Hormat, dan Persatuan
Kepala Desa Kedunggalar, Joko Waluyo, dengan penuh semangat menerangkan makna mendalam dari tradisi ini. “Sedekah Bumi ini adalah wujud rasa syukur kita yang paling hakiki kepada Allah SWT atas segala limpahan rezeki dari hasil bumi dan kehidupan yang damai. Namun, lebih dari itu, ini juga adalah bentuk nguri-nguri (melestarikan) budaya dan penghormatan tertinggi kita kepada para leluhur yang telah membuka dan merintis desa kita ini,” ujarnya.
Joko menekankan bahwa nilai yang tak kalah pentingnya adalah sebagai ajang silaturahmi. “Dalam kesibukan sehari-hari, kadang kita lupa untuk sekadar menyapa tetangga. Acara seperti inilah yang mempertemukan kita kembali, memperkuat tali persaudaraan, dan membangun komunikasi yang harmonis antara warga dan perangkat desa,” tambahnya.
Beliau juga menyoroti peran kegiatan ini dalam melestarikan Reog Ponorogo yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. “Dengan menggelar reog di setiap acara adat, kita secara langsung melatih generasi muda, mendukung para seniman lokal, dan memastikan warisan dunia ini tidak punah di tanah kelahirannya sendiri.”
Harapan untuk Masa Depan
Di penghujung acara, Joko Waluyo menyampaikan harapannya agar api semangat melestarikan tradisi ini terus menyala. “Kami berkomitmen untuk terus mendukung penuh kegiatan ini setiap tahunnya. Semoga apa yang kita lakukan hari ini bisa dirasakan manfaatnya oleh anak cucu kita kelak.
Dampak Positif: Memperkuat Ekonomi dan Identitas Budaya
Kegiatan Bersih Dusun dan Sedekah Bumi ini menciptakan dampak riil bagi masyarakat. Selain itu, acara ini memberikan suntikan ekonomi langsung bagi para pelaku usaha kecil. Pedagang kuliner setempat menjual berbagai jajanan tradisional, sementara kelompok kesenian lokal menerima apresiasi berupa dukungan finansial untuk pertunjukan mereka.
Di samping itu, gelaran budaya ini memperkuat identitas masyarakat Kedunggalar di kancah yang lebih luas. Sebagai contoh, para pemuda yang sebelumnya kurang tertarik dengan reog, kini justru antusias untuk mempelajarinya setelah menyaksikan langsung energinya. Akibatnya, minat generasi muda terhadap warisan budayanya sendiri pun semakin meningkat.
Tidak berhenti di situ, Pemerintah Desa telah merencanakan langkah-langkah strategis untuk tahun depan. Mereka akan mengembangkan acara ini menjadi sebuah festival budaya yang lebih besar. Rencananya, mereka akan mengundang desa-desa tetangga untuk berpartisipasi dan menambahkan lebih banyak perlombaan tradisional.
Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya memelihara masa lalu tetapi juga menanamkan investasi untuk masa depan desa.