, ,

Nasib Pilu Pekerja Magetan Terlantar di Afrika 7 Bulan Tak Digaji, Dokumen Hilang

oleh -375 Dilihat

Nasib Pilu Pekerja Migran Asal Magetan Terlantar di Guinea Khatulistiwa: 7 Bulan Tak Digaji, Dokumen Hilang, dan Impian Pulang yang Terkubur

Madiun- Tidak semua kisah pekerja migran Indonesia berakhir bahagia. Salah satu cerita Nasib pilu datang dari Suprianto, warga Kelurahan Takeran, Magetan, Jawa Timur, yang kini terdampar di Guinea Khatulistiwa (Equatorial Guinea), sebuah negara kecil di Afrika Tengah. Sudah 7 bulan ia hidup dalam ketidakpastian—tidak menerima gaji, kehilangan dokumen imigrasi, dan terancam tidak bisa pulang ke tanah air.

Nasib Pilu Pekerja Magetan Terlantar di Afrika 7 Bulan Tak Digaji, Dokumen Hilang
Nasib Pilu Pekerja Magetan Terlantar di Afrika 7 Bulan Tak Digaji, Dokumen Hilang

Baca Juga :  Dua hingga Tiga Kecelakaan Terjadi Setiap Hari di Madiun, Rasio Korban Meninggal Hampir 50 Persen

Nasib Malang di Negeri Asing

Suprianto mengadu nasib sebagai pekerja migran nonprosedural, alias tanpa melalui jalur resmi. Awalnya, ia berharap bisa memperbaiki kehidupan keluarganya dengan bekerja di luar negeri. Namun, impiannya berubah menjadi mimpi buruk ketika majikannya tidak membayar gajinya selama berbulan-bulan.

Lebih parah lagi, dokumen keimigrasiannya hilang, membuatnya terjebak tanpa status hukum yang jelas. Tanpa paspor atau izin kerja, ia tidak bisa pulang maupun mencari bantuan secara mandiri. Kondisinya semakin memprihatinkan karena Guinea Khatulistiwa bukanlah negara yang memiliki perwakilan diplomatik Indonesia secara langsung, sehingga proses evakuasi menjadi lebih rumit.

Upaya Pemkab Magetan dan DPRD

Menyikapi hal ini, Anggota Komisi C DPRD Magetan, Dwi Aryanto, menyatakan bahwa pemerintah daerah telah mengambil langkah awal untuk membantu Suprianto. Pemkab Magetan berkoordinasi dengan Pemkab Madiun dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk mempercepat proses pemulangan.

“Negara wajib melindungi warganya, termasuk yang berangkat secara nonprosedural. Namun, kami juga mengingatkan masyarakat agar selalu menggunakan jalur resmi dengan dokumen lengkap untuk menghindari risiko seperti ini,” tegas Dwi.

Ia menambahkan bahwa biaya pemulangan akan disesuaikan dengan kondisi dan bantuan yang tersedia, baik dari APBD maupun BP2MI. “Yang terpenting, Suprianto bisa segera kembali ke keluarganya,” ujarnya.

Harapan dari Diplomasi Indonesia

Kabar terbaru menyebutkan bahwa Duta Besar RI untuk Yaounde, Kamerun, akan menggelar pertemuan lintas sektoral hari ini untuk membahas solusi terbaik bagi Suprianto. Karena Guinea Khatulistiwa tidak memiliki kedutaan Indonesia, perwakilan RI di Kamerun lah yang bertanggung jawab menangani kasus ini.

Diplomat Indonesia diharapkan dapat berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk memulangkan Suprianto secepat mungkin. Namun, tantangan seperti status imigrasinya yang tidak jelas dan prosedur hukum di negara tersebut bisa memperlambat proses.

Pelajaran untuk Calon Pekerja Migran

Kasus Suprianto menjadi pengingat pahit bagi calon pekerja migran Indonesia. Banyak oknum yang menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar, tetapi justru menjerumuskan ke dalam jerat perdagangan manusia atau eksploitasi tenaga kerja.

Pemerintah terus mengingatkan agar masyarakat:

  1. Selalu menggunakan jalur resmi BP2MI untuk menghindari penipuan.

  2. Memastikan dokumen lengkap, termasuk kontrak kerja yang sah.

  3. Menghubungi KBRI terdekat jika mengalami masalah di luar negeri.

Doa untuk Suprianto

Sementara upaya diplomatik dan pemerintah terus berjalan, keluarga Suprianto di Magetan hanya bisa berharap dan berdoa agar sang anak segera pulang dengan selamat. Kisahnya adalah potret nyata betapa pekerja migran Indonesia masih rentan terhadap praktik-praktik tidak manusiawi.

Semoga kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah dan mendorong perlindungan lebih baik bagi seluruh pekerja migran Indonesia di manapun mereka berada.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.