Dari Meja Belajar ke Panggung Asia: Dua “Pendekar” Muda Madiun Ubah Ketakutan Menjadi Inovasi Dunia
Madiun- Di sebuah ruang kelas SMP Negeri 1 Kota Madiun, sebuah mimpi besar sedang dirajut. Bukan dengan peralatan laboratorium yang canggih, melainkan dengan ketekunan, rasa ingin tahu, dan semangat pantang menyerah. Aisha Azka Rizki Rafani dan Pither Mahesa Adi Cahyono, dua siswa kelas IX yang masih berusia belia, membuktikan bahwa inovasi sejati lahir dari hasrat untuk memecahkan masalah di sekitar kita. Kini, nama mereka tidak hanya harum di sekolah, tetapi siap dikumandangkan di kancah internasional di ajang Science Castle Asia 2025 di Malaysia, pada 18-19 Oktober mendatang.
Baca Juga : Penantian Panjang Para Guru Bersertifikat Ketika Kompetensi Tak Jamin Panggung Pengabdian
Melawan Rasa Takut dengan Sinar Laser
Bayangkan pergi ke puskesmas atau laboratorium untuk mengecek kolesterol, asam urat, dan gula darah. Yang terlintas di benak kebanyakan orang adalah jarum suntik yang menusuk dan rasa sakit yang mengikutinya. Ketakutan inilah yang seringkali membuat orang mengabaikan pemeriksaan kesehatan, berpotensi menyebabkan penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes dan jantung terdeteksi terlambat.
Aisha dan Pither melihat masalah ini bukan sebagai hal yang wajar, melainkan sebagai sebuah tantangan untuk dipecahkan. “Banyak orang, termasuk keluarga kami sendiri, ada yang takut dengan jarum suntik atau proses pengambilan darah yang lama. Kami ingin menghadirkan solusi yang lebih manusiawi: deteksi dini yang cepat, praktis, dan yang paling penting, minim rasa sakit,” papar Aisha dengan mata berbinar penuh keyakinan.
Inovasi yang mereka usung terdengar seperti fiksi ilmiah: sebuah alat pengukur kadar kolesterol, asam urat, dan glukosa darah berbasis teknologi laser optik non-invasif. Secara sederhana, alat ini tidak memerlukan sampel darah. Hanya dengan menyinari bagian tubuh tertentu dengan laser, alat tersebut dapat membaca komposisi kimia dalam darah. Ini adalah terobosan yang dapat merevolusi cara masyarakat, khususnya di daerah terpencil yang minim akses laboratorium, memantau kesehatan mereka.
Perjalanan Delapan Bulan: Dari Ide Sederhana Menjadi Karya Nyata
Ide cemerlang ini tentu tidak lahir dalam semalam. Butuh proses panjang selama delapan bulan untuk mengubah konsep di atas kertas menjadi sebuah prototipe yang fungsional. Di bawah bimbingan guru-guru mereka yang berdedikasi, kedua remaja ini menghabiskan waktu berjam-jam setelah jam sekolah untuk melakukan riset, uji coba, dan penyempurnaan.
Jerih payah mereka tidak sia-sia. Dalam ajang Progressive Science Innovation & Exhibition (PSIE) 7.0 di Surabaya—yang dihelat oleh SMA Progresif Bumi Sholawat, ITS Surabaya, dan Leave a Nest Malaysia—inovasi mereka berhasil menyihir dewan juri. Di tengah persaingan ketat melawan 363 peserta dari berbagai penjuru Indonesia, Aisha dan Pither berhasil membawa pulang Special Award dan yang paling membanggakan, Special Invitation untuk langsung melenggang ke Science Castle Asia 2025.
Mimpi Besar di Balik Prestasi Gemilang
Ketekunan Bagi Aisha dan Pither, undangan ke Malaysia bukan sekadar tentang piala atau piagam penghargaan. Ini adalah sebuah misi. “Kami membayangkan alat ini suatu hari nanti bisa digunakan oleh puskesmas-puskesmas di daerah, atau bahkan oleh setiap keluarga di rumah.
Passion mereka di bidang sains dan seni telah lama terasah. Aisha, dengan jiwa seninya, adalah Juara 1 FLS2N Ilustrasi Kota Madiun dan Juara 1 Lomba Mading Hari Pendidikan Nasional. Sementara Pither, dengan otak analitisnya, adalah Juara 2 Lomba CYS tingkat Provinsi dan Harapan 1 di tingkat Nasional. Kombinasi unik antara kreativitas dan logika inilah yang mungkin menjadi resep sukses kolaborasi mereka.
Mempersiapkan Diri untuk Menguasai Panggung Asia
Menjelang keberangkatan, persiapan mereka semakin intens. Bukan hanya mematangkan prototipe dan presentasi, tetapi juga membekali diri dengan kemampuan komunikasi internasional. “Kami terus berlatih bahasa Inggris, terutama untuk sesi tanya jawab. Kami ingin bisa menyampaikan ide kami dengan percaya diri dan meyakinkan para juri dari berbagai negara,” tambah Aisha.
Langkah Aisha dan Pither adalah bukti nyata bahwa semangat inovasi tidak mengenal batas usia atau latar belakang. Dari ruang kelas sederhana di Kota Pendekar, mereka mengajarkan pada kita semua bahwa untuk mengubah dunia, yang kita butuhkan adalah keberanian untuk mempertanyakan hal yang dianggap biasa, dan ketekunan untuk mewujudkan jawabannya.
Selamat berlaga, Aisha dan Pither! Semoga semangat dan inovasi kalian menjadi inspirasi bagi ribuan pelajar lainnya di Indonesia untuk mengejar mimpi dan menciptakan masa depan yang lebih baik.