Guncangan Ekonomi AS Mengintai: Ancaman Shutdown Pemerintah Ancam Picu PHK Massal dan Rugikan Negara Rp 248 Triliun per Pekan
Madiun- Bayangan kelam penutupan aktivitas pemerintahan federal Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal sebagai government shutdown, kian membayangi perekonomian global. Jika kebuntuan politik di jantung pemerintahan AS ini tidak segera diurai, konsekuensinya diprediksi akan sangat masif: gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan kerugian ekonomi yang mencengangkan senilai Rp 248 triliun setiap pekannya.
Baca Juga : Tren Mengkhawatirkan HIV/AIDS Di Madiun 1.491 Warga Terkonfirmasi Positif
Badan Eksekutif Gedung Putih secara resmi telah mengeluarkan peringatan keras. Melalui analisis terbaru dari Dewan Ekonomi Nasional, diperkirakan bahwa kebuntuan anggaran yang berlarut-larut akan mencukur pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS sebesar USD 15 miliar (setara Rp 248 triliun) untuk setiap minggu pemerintah mengalami shutdown. Angka fantastis ini bukan sekadar proyeksi, melainkan sebuah lampu merah atas dampak riil yang akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari pegawai pemerintah hingga pelaku usaha kecil.
Akar Krisis: Buntutnya Politik Anggaran di Tengah Jalan
Krisis kali ini berakar pada berakhirnya tahun fiskal 2024 pada 30 September lalu, sementara badan legislatif AS, Kongres, masih terbelah dan belum mampu menyepakati anggaran untuk tahun fiskal berikutnya. Suasana ini semakin memanas akibat konflik politik sengit antara dua kubu yang berseberangan: Partai Republik dan Partai Demokrat.
Di Senat, dimana tidak ada satu partai pun yang memegang mayoritas mutlak, setiap rancangan undang-undang pendanaan membutuhkan kompromi yang sulit dicapai. Kebuntuan inilah yang menjadi pemicu utama menuju shutdown.
Peringatan dari Dalam: Ekonom Gedung Putih Khawatirkan PHK
Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, menyuarakan keprihatinannya yang mendalam. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN, Hassett mengonfirmasi skenario suram yang mengintai.
“Kenyataannya, jika negosiasi anggaran benar-benar mentok, PHK adalah konsekuensi yang tidak terelakkan dan akan segera terjadi,” ujar Hassett. Namun, dia masih menyisipkan secercah harapan. “Saya pikir semua pihak masih berharap kita bisa memulai awal yang baru di awal pekan ini. Kami berharap Partai Demokrat dapat melihat bahwa adalah langkah yang logis untuk mencegah PHK massal dan menghindari kerugian USD 15 miliar per minggu yang mengancam PDB kita jika shutdown benar-benar terjadi.”
Hassett menegaskan bahwa sebenarnya bencana ini bisa dihindari. “Penutupan pemerintah sama sekali tidak perlu terjadi jika Partai Demokrat bersikap bijak dan kooperatif dalam proses persetujuan anggaran di Senat. Jika mereka melakukannya, maka tidak akan ada alasan untuk sampai memecat para pekerja.”
Peringatan dari Presiden Trump dan Dampak Jangka Panjang
Di sisi lain, Presiden Donald Trump telah mengambil posisi tegas. Dia memperingatkan bahwa jika Partai Demokrat tetap bersikukuh menolak rancangan pendanaan baru, maka situasi shutdown ini justru akan dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi besar-besaran. Agenda yang diusung adalah meninjau ulang efisiensi birokrasi dan kemungkinan memangkas jumlah pegawai pemerintahan yang dianggap tidak efektif.
Namun, di balik retorika politik, para ekonom independen mulai menyoroti betapa berbahayanya situasi kali ini. Mereka menilai potensi shutdown pemerintah AS edisi ini bisa tercatat sebagai yang paling mahal dalam sejarah negara tersebut.
