, ,

Batas Luka di Waduk Dawuhan Ketika Kemarau Mengeringkan Penopang Hidup

oleh -214 Dilihat

Waduk Dawuhan Madiun Menjerit: Volume Air Anjlok Drastis 80% Diterpa Kemarau Panjang

Madiun- Waduk Dawuhan, salah satu penopang hidup ribuan petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, sedang mengalami ujian berat. Di bawah terik matahari yang menyengat, tampak jelas ‘batas luka’ di tubuh waduk. Hamparan daratan retak-retak yang biasanya terendam air kini membentang luas, mengelilingi genangan air yang menyusut drastis. Fenomena alam ini adalah dampak nyata dari musim kemarau panjang yang melanda wilayah tersebut.

Batas Luka di Waduk Dawuhan Ketika Kemarau Mengeringkan Penopang Hidup
Batas Luka di Waduk Dawuhan Ketika Kemarau Mengeringkan Penopang Hidup

Baca Juga : Inovasi Mesin Pengaduk Baglog Permudah Petani Jamur Desa Kare

Badan waduk yang biasanya penuh sesak dengan 3,9 juta meter kubik air, kini hanya menyisakan sekitar 400 ribu meter kubik atau hanya 20% dari total kapasitas normalnya. Penyusutan yang mencapai 80% ini membuat elevasi permukaan air juga anjlok hingga ke level 7,8 meter di atas permukaan laut (MDPL). Pemandangan yang mirip dengan ‘lahan gurun’ di tengah bendungan ini menjadi bukti betapa keringnya musim ini.

Meski volumenya terus merosot, komitmen untuk menjaga roda pertanian tetap berjalan belum padam. Agung Wirasat, Petugas Operasi Waduk Dawuhan, menjelaskan bahwa pintu air hingga saat ini masih tetap dialirkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. “Prinsipnya, selama belum mencapai batas minimal, air akan terus kita salurkan. Batas minimal volume waduk itu adalah 200 ribu meter kubik. Pintu air baru akan kita tutup total jika sudah menyentuh angka tersebut,” ujar Agung kepada para awak media.

Air dari Waduk Dawuhan merupakan urat nadi bagi kehidupan pertanian di tiga kecamatan sekitarnya. Sebanyak 1.273 hektare sawah di Kecamatan Wonoasri, Balerejo, dan Madiun bergantung pada aliran air dari waduk ini untuk mengairi padi dan tanaman palawija. Berkurangnya volume air tentu langsung berdampak pada lahan pertanian di daerah ujung atau hilir yang sudah kesulitan mendapatkan aliran.

Ada Sedikit Angin Segar di Tengah Kekeringan

Di balik kabar kekeringan ini, terdapat sedikit catatan positif. Agung memaparkan bahwa laju penyusutan air pada tahun ini sebenarnya lebih lambat jika dibandingkan dengan tahun 2023. “Tahun ini, musim kemarau relatif lebih pendek sesuai prediksi BMKG. Di pertengahan tahun, sempat masih turun hujan meski sudah masuk periode kemarau.

Namun, angin segar itu tidak serta merta menghilangkan kekhawatiran. Dampak penyusutan sudah nyata dirasakan. Sejumlah daerah yang menjadi langganan menerima air dari waduk mulai melaporkan kekeringan. Kini, semua harapan tertumpu pada datangnya musim hujan.

Krisis Air Mengancam Jika Hujan Tak Juga Datang

Kekhawatiran terbesar adalah jika musim hujan datang terlambat. Agung memberikan peringatan serius, “Jika hingga pertengahan Oktober hingga November hujan belum juga turun, maka penutupan pintu air lebih cepat sangat mungkin dilakukan. Kita tidak bisa bermain-main. Kalau volume air sudah mencapai batas minimal 200 ribu meter kubik, mau tidak mau, pintu waduk harus kita tutup untuk menyelamatkan cadangan air yang tersisa.”

Keputusan menutup waduk akan menjadi langkah terpaksa untuk menjaga ekosistem dan mencegah dampak yang lebih parah. Langkah ini tentu akan menjadi pukulan berat bagi petani yang masih mengandalkan air untuk periode tanam selanjutnya.

Situasi di Waduk Dawuhan ini menjadi pengingat bagi semua pihak tentang betapa berharganya setiap tetes air dan pentingnya mengelola sumber daya air secara bijak, terutama di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.